Sabtu, 24 Mei 2008

Abu Abu Yang Rapuh

Kipas angin tua berputar perlahan, deritnya menyatu dengan dingin malam. Sudah beberapa hari ini, aku memilih hidup bersama derit kipas angin tua di dalam kamar kos, dan sudah berpuluh sketsa dihasilkan selama itu. Menggariskan ingatan tentang dunia yang hilang. merangkai genggaman tangan saat menyusuri bukit di belakang rumah, atau memandang camar yang kehilangan arah nun jauh di ujung cakrawala. Sudah lama sekali krisan...Ribuan detik memang tidak terbuang percuma, ingatan itu terus mengendap dan mengeras, membatu bersama mimpi saat pertama kali kita berjanji. Di hadapan dinding biru ruang kuliah, kutancapkan kata "tunggu !" di keningmu. Tahun depan aku akan kembali, membawa serta mimpi yang kau tanam jauh di dalam hatiku, dan selalu kau sirami dengan derai air mata. Mimpi yang tumbuh subur di antara kesedihanmu. Aku hanya abu-abu yang rapuh.......

Rabu, 07 Mei 2008

Mungkin jalanku salah, saat mencoba mengurai arah pelangi di ujung awan kelabu. Tiba-tiba dingin membekukan tulang. Di cermin hanya terlihat wajah pucat pasi. aku memandang bayangan, yang kucoba terka bentuknya. bukan aku ternyata. tangannya bergerak seolah menyapa. "Kenapa kau selalu berikan aku titik saat aku butuh penjelasan dengan panjang lebar, kenapa tidak koma.." kemudiam bayangan itu menyeruak keluar dari cermin dan menuding ke arahku. "Kau yang membiarkanku membusuk di dalam cermin, sementara kau sibuk menyusuri rel waktumu, dan kau biarkan aku menunggu, menunggu waktu seperti saat pertama kali kau mewarnai tubuhku .... dengan tintamu"
Aku terjerembab, kemudian gelap, dan aku menemukan tubuhku diatas bukit mimpi yang sebelumnya ada di dalam buku sketsaku...aku melihat dirimu berlari, menyusuri setapak kecil warna biru, dan aku kini merindu...bayangan setia yang kerap menemaniku bersepeda.....

Kamis, 01 Mei 2008

Rel Tua.....

Ya aku mengingatnya, bentangan ratusan kilometer rel tua dari Jakarta hingga Semarang. Seperti lentera penjaga palang yang berkelebat dan memerah saat kuda besi memacu cepat membelah malam, menghancurkan hening dengan derunya. Atau sekedar kerlingan mata, lambaian tangan, dan sedikit deraian airmata dengan jutaan kata yang dimuntahkan dari bibir tipisnya, merangkai kalimat panjang tentang setia. Kemudian ingatan berputar, mengelinding bersama roda besi yang menggilas garis-garis peta. Perlahan-lahan bayangannya yang setia jauh tertinggal....kini aku bersama aku. dihadapan lautan sendiri.