Minggu, 27 April 2008

masa kecil

Tiba-tiba terlintas begitu saja mengenai masa kecil. Masa di mana pertama kali kaki memberanikan diri meniti pematang sawah di belakang rumah, kemudian terjerembab dalam kubangan lumpur. berguling, bersendagurau dan tertawa bersama-sama kawan hinggamalam menjelang. Nun jauh di ujung cakrawala dari balik awan matahari mulai memejamkan mata berselimut bintang, saat itulah beramai-ramai bersama teman-teman, aku kembali pulang. Bersama lumpur disekujur tubuh. rasanya tak ingin kubersihakn, biar selalu terkenang dan lumpur itu kemudian diperguanakn untuk membangun rumam mimpi yang selama ini kuidamkan, dan rasanya semanis kembang gula yang dibelikan ayah.

Minggu, 13 April 2008

Hidup Kembali

Bermimpi pun memerlukan cahaya. dalam tidur mata terpejam rapat. bagaimana ruang sempit di antara kelopak mata dengan bulu halusnya mempersilahkan cahaya menyambangi retina...kilasan kejadian beberapa jam, saat cahaya menjadi raja, penggalan-penggalan kejadian mencium syaraf yang kemudian menegang, lalumenarik kencang sel-sel kelabu, pita-pita seluloid di alam sadar pun mulai bekerja, memindahkan dengan hati-hati penggalan kejadian menjadi ingatan. Dan di alam mimpi, cahaya renta 1 x 16 jam yang telah mati kembali diputar....ingatan-ingatan itupun muncul kembali.

Kamis, 10 April 2008

Mau Kemana ?

Saat tersadar, tubuh menggigil sejadi-jadinya. Ternyata jendela terbuka. dengan malas aku bergegas beranjak. matahari pagi telah membuka daun jendela lalu menyapa" Bagamana tidurmu..?", dan aku menguap sambil berusaha membuka mata lebar-lebar. tadi malam kerja hingga larut, lukisan pesanan teman harus segera diselesaikan. melukiskan ruangan temaram dengan lentera yang diletakkan di atas meja bundar. tiga orang duduk melingkar sambil memegang erat tangan yang lainnya. lalu sinar putih menyeruak dari jendela menciptakan bayangan kelabu di dinding warna abu-abu. dan dipojok ruangan lukisan tersebut terdiam membisu. dan memang sudah siang ternyata, di dinding jam menunjukkan pukul tujuh. Dari balik jendela kamar kulihat semuanya, tiga orang dalam lukisanku berlari-lari. Di atas rerumputan mereka tertawa. kebebasan yang aneh. Tanpa alas kaki tiga orang itu terus berlari dan terus berlari. mengelilingi halaman yang dipenuhi mawar. berlari bermandikan aroma mawar. lalu aku menarik selimutku, dan membenamkan tubuhku dalam-dalam. dan aroma mawar menyambangi kamar tidur yang sebelumnya pengap menhantarkan mataku terpejam dan kembali ke dunia nyata.

Minggu, 06 April 2008

Rumah Warna Biru

Sahabatku daun teh selalu mengajakku berbicara tentang rumah barunya warna biru yang aku juga suka. Dengan dua kamar berukuran sedang dan halaman yang luas yang begitu dibanggakannya. Rumah tersebut berada di pucuk gunung, tepat di titik matahari menyembunyikan peraduannya dan tenggelam bersama malam. hingga setiap kali aku memandang dari kaki gunung, aku hanya melihat rumah temanku berwarna jingga. aneh...dan aku selalu senang memandang rumah daun teh itu di saat senja dan jingga. Di antara sinar lelah matahari, jalan setapak dari batu-batu, mulai dari batu pertama yang kupijak, hingga batu di depan pintu, tertulis sebuah sajak :
Gunung tua tidak akan lelah, mempersilahkan matahari mengaso sejenak, hingga letih semua hilang, dan rumah biru kembali terlihat. batu-batu tua menjadi dinding dan kayu-kayu hutan menjadi jendela, bambu-bambu hitam menjadi daun pintu dan rumput liar menjadi atapnya. Tidak ada angin yang besar, hanya semilir, membawa aroma air yang keluar dari mata air. Datanglah, jangan ragu kau buka pintu, karena di langit-langit rumah telah tumbuh bintang juga bulan, yang akan menemani malam kesepian.

Dan aku pulang saat larut malam.....