Minggu, 06 April 2008

Rumah Warna Biru

Sahabatku daun teh selalu mengajakku berbicara tentang rumah barunya warna biru yang aku juga suka. Dengan dua kamar berukuran sedang dan halaman yang luas yang begitu dibanggakannya. Rumah tersebut berada di pucuk gunung, tepat di titik matahari menyembunyikan peraduannya dan tenggelam bersama malam. hingga setiap kali aku memandang dari kaki gunung, aku hanya melihat rumah temanku berwarna jingga. aneh...dan aku selalu senang memandang rumah daun teh itu di saat senja dan jingga. Di antara sinar lelah matahari, jalan setapak dari batu-batu, mulai dari batu pertama yang kupijak, hingga batu di depan pintu, tertulis sebuah sajak :
Gunung tua tidak akan lelah, mempersilahkan matahari mengaso sejenak, hingga letih semua hilang, dan rumah biru kembali terlihat. batu-batu tua menjadi dinding dan kayu-kayu hutan menjadi jendela, bambu-bambu hitam menjadi daun pintu dan rumput liar menjadi atapnya. Tidak ada angin yang besar, hanya semilir, membawa aroma air yang keluar dari mata air. Datanglah, jangan ragu kau buka pintu, karena di langit-langit rumah telah tumbuh bintang juga bulan, yang akan menemani malam kesepian.

Dan aku pulang saat larut malam.....

Tidak ada komentar: